
Pagi ini saya bangun agak lebih siang dari biasanya, maklumlah ini hari libur, dan otak saya akan secara otomatis memerintahkan saya untuk tidur lebih lama. Sekitar pukul 7, Ibu saya dari luar kamar berteriak "mbak, itu anak-anaknya pada di depan rumah", lalu saya dengan setengah sadar antara tidur dan terjaga menjawab dengan sekenanya "suruh pulang aja deh, bu, kan kemaren juga udah dibilangin kalo belajarnya bulan depan lagi"
Ya, yang Ibu saya maksudkan dengan anak-anak adalah anak-anak kecil tetangga sekitar yang pada Jum'at lalu saya undang untuk belajar dan bermain dirumah karena saya bersama beberapa teman berniat membuka semacam taman bacaan yang kami beri nama OMAH SINAU (OSIN). Dan saya bersama teman-teman memang sudah sepakat untuk mengadakan dengan tempo 2 (dua) mingguan.
Tidak tahan dengan teriakan Ibu saya yang tidak berhenti mengoceh perihal anak-anak itu, akhirnya pukul 7.30 saya keluar dari kamar. Niatnya hanya untuk membubarkan kerumunan anak-anak kecil itu, memberikan penjelasan kepada mereka bahwa OSIN tidak memungkinkan diadakan setiap hari minggu. Tapi yang saya lakukan malahan menyalakan televisi untuk menyaksikan siaran berita pagi di salah satu tv swasta.
Entah karena Ibu saya lelah berteriak-teriak atau karena jarak duduk kami yang berdekatan, kemudian ibu saya berkata dengan suara lirih "kalau mau ngerjain sesuatu tuh harus komit, mbak, harus ngerelain waktu, tenaga, atau bahkan uangnya kesita untuk hal itu. Kalau kamu masih mikirin diri sendiri, masih gak rela kehilangan waktu liburan, masih mau main-main, ya jangan mulai dulu. Kegiatan yang sifatnya sosial itu ya memang begitu. Harusnya kamu seneng dong karena anak-anaknya antusias, anak-anaknya mau dateng pagi-pagi. Itu artinya mereka seneng sama apa yang kamu perbuat. Bukannya memang itu tujuannya (?)"
Saya hanya bisa diam sambil membenarkan segala ucapan yang keluar dari mulut Ibu saya. Kemudian sejenak saya membayangkan betapa dahulu saya memimpikan bermain dengan banyak anak-anak, mengajarkan mereka membaca dan membacakan dongeng. Lalu saya bertanya pada diri, kenapa sekarang saya menjadi merasa keberatan, bukankan ini semua mimpi saya dan saat inilah mimpi itu terwujud?
Seharusnya saya bersemangat mendengar suara anak-anak di depan rumah saya itu, seharusnya saya dengan senang hati mempersilahkan mereka masuk rumah ketika mereka bertanya "mbak, hari ini kita belajar lagi nggak?", seharusnya saya dengan senyum sumringah menyambut mereka di depan rumah sedari pagi dan bukannya mereka yang menunggu saya bangun tidur dan terlebih dahulu di "ceramahi" Ibu saya kemudian barulah saya beranjak mandi dan melakukan semua hal yang seharusnya saya lakukan tadi.
Dan hari ini saya belajar tentang komitmen [lagi-lagi] dari seorang wanita yang melahirkan saya, yang saya kagumi namun tidak jarang saya tentang pemikirannya karena saya anggap kolot. Ibu saya yang bahkan tidak lulus Sekolah Dasar itu justru memiliki kepekaan jauh lebih tinggi, memiliki kepintaran yang jauh luar biasa daripada saya yang bisa mengenyam pendidikan lebih tinggi pun karena dia.
Terima kasih tak hingga untuk Ibu saya tercinta, dan juga untuk bocah-bocah OSIN yang sudah berisik di depan pintu rumah pagi-pagi, saya tunggu kalian "berisik" lagi minggu depan. :)